SURAT TERBUKA UNTUK GUS FAWAIT DAN PAK JOKO : SELAMATKAN JEMBER

SURAT TERBUKA UNTUK GUS FAWAIT DAN PAK JOKO :  SELAMATKAN JEMBER

--

Tidak pernah ada nomenklatur perselihan antara Bupati dan Wakil Bupati. Tidak ada peraturan perundang-undangan yang  mengatur penyelesaian friksi elitis daerah sebagai pejabat adminstrasi negara. Tidak pernah ditemukan putusan pengadilan yang final dan berkekuatan hukum tetap akan hal itu. Perselisihan hanya terjadi pada individu pengemban jabatan. Bupati dan Wakil adalah jabatan administrasi negara. Dwi Tunggal. Tidak mengenal perselisihan ataupun sejenisnya. 

Kenyataan berseberangan ini kian menguat. Sliweran di media sosial. Konsumsi lezat bagi pers. Cemooh, bulying terhadap anda berdua sebagai orang penting tak bisa dihindari. Muncul sekat dikotomis afiliasi aparatur birokrasi dengan opini : Loyal kepada Bupati atau Wabup ? Apalagi para Bocil (Birokrat Cilik-Cilik) yang tidak punya akses proses pengambilan keputusan justru berpikir dan bertindak melebihi politisi. Memposisikan diri atas pilihan loyalitasnya, dan menegasikan terhadap pihak lain yang sebenarnya tidak logis terjadi. Hasut sana sini dengan gaya tampilan provokatif. Tak lebih sebagai buzer. Memperkeruh suasana. 

Aparatur birokrasi secara fungsional adalah ekskutor pelayanan publik. Menjalankan perintah untuk dan atas nama peraturan perundang-undangan. Problematik, jika kesetiaan terpatri pada salah seorang. Over loyalitas kepada Bupati misalnya, kemudian suatu saat menjalankan tugas atas perintah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan otoritas Wabup, haruskah aparatur birokrasi itu menolak hanya karena alasan loyalitas ? Loyalitas tidak selalu linier dengan peraturan perundang-udangan. Bupati dan wakil bupati adalah representasi negara. Penolakan atas perintah negara dalam konteks kewenangan pejabat adminsitrasi  negara sama halnya dengan pembangkangan. Melanggar etik dan norma. Harus disanksi agar reformasi birokrasi di Kabupaten Jember tidak sarat dengan ‘sampah birokrat’ yang sembunyi dibalik karakter Asal Bapak Senang (ABS). Politisasi birokrasi pada gilirannya menciptakan diskriminasi pelayanan dan lahan subur tumbuhnya NKK (sebutan logis lahirnya korupsi yang selama ini dikenal dengan istilah KKN). Bisa jadi dewasa ini birokrasi di Jember sudah tidak utuh lagi. 

 

Gus Fawait dan Pak Joko

Jangan sampai Jember menanggung ‘utang’. Mendesak untuk dihindari karena kelak jika friksi ini tak menemukan solusi, maka masyarakat Jember akan menagih soal hipotesa Cinta yang dulu digunakan menghipnotis massa. Memimpin dengan cinta, namun ironi jika anda berdua saat ini potensi kehilangan cinta. Masyarakat akan menghakimi tekad anda berdua ketika mendendangkan verbalitas Super Team di panggung debat. Namun yang terjadi kini justru aksi masing-masing sebagai Superman dan Spiderman. Kumandang shalawat yang digelorakan sebagai penerang hati menjadi sebatas imaginasi. Jember tak bisa menginternalisasi esensi shalawat dan gagap realitas membumikannya karena kasih sayang yang seharusnya anda tampakkan cenderung sirna dihisap angkara. 

 

Gus Fawait dan Pak Joko

Tidakkah anda lupa, bahwa disharmoni itu mengurangi rejeki. Cukup banyak para tamu yang tengah membawa bingkisan gagasan membatalkan antrian. Berapa banyak orang, komunitas, ormas, kelompok profesi, praktisi menarik kembali undangan untuk mendatangkan Bupati dan Wakil. Musababnya sepele. Impian rasa cinta mereka tidak terjawab untuk menyandingkan anda berdua sebagai yang terhormat. 

Orang-orang yang berniat baik terpaksa harus antri menunggu panggilan menghadap meskipun acapkali hampa menggantung harap. Mereka harus baris mengantri. Padahal jauh hari telah menyiapkan diri dengan busana dan asesori pink sekedar untuk menyenangkan otoritas. Sebagian setelah ketemu Bupati dan Wabup dengan bangga meng-upload foto-fotonya dalam beragam platform medsos. Tidak berlebihan jika saya sebut Pasangan Bupati dan Wabup kini menjadi wahana validasi masyarakat untuk upgrade status yang sebenanarnya absurd. Medsos seolah sebagai ukuran paradikmatis sebuah eksistensi aksi tata kelola Jember. Parameter aksi konkrit menjawab aspirasi yang menegasikan angka dan statistika. 

 

Gus Fawait dan Pak Joko

Anda berdua lebih dari sekedar ‘pasangan nomor satu’ di Kabupaten Jember. Melekat figur kearifan yang  memancarkan keteladanan. Mengayomi dan penyejuk siapapun. Di pundak anda merupakan tempat air mata warga yang tengah dipinggirkan oleh ketidakadilan. Namun ironi. Anda tidak menyadari telah menyuguhkan panggung imoral kepada masyarakat dengan lakon ‘Seolah Harmoni’. Saling serang kebijakan yang sebenarnya tak layak terjadi. Beradu kekuatan secara diametral berujung pembiasan program. 

 

Gus Fawait dan Pak Joko

Sumber: