Bedah RKUHAP, Wakapolres Kompol Ferry Sepakat Perlu Check and Balance Antara APH

--
JEMBER,NEWSDISWAY.COM - Pro Kontra terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang ramai menjadi pembahasan publik kini menggelinding di ruang akademik. Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember mengadakan Diskusi Publik "Catatan Kritis RKUHAP: Harmoni vs Hegemoni" untuk membedah payung hukum perkara pidana itu bersama sejumlah narasumber.
Diskusi yang digelar Kamis (27/2/2025), menghadirkan Dekan Fakultas Hukum Unmuh Suryono SH.MH, Wakapolres Jember Kompol Ferry Dharmawan, Ahli Pidana Fakultas Hukum Unmuh Fina Rosalina, Perwakilan DPC Peradi Ubaidillah, dan Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis melalui zoom meeting.
Fina Rosalina dalam paparannya mengatakan, di dalam RKUHAP para pembuat kebijakan menempatkan asas Dominus Litis yang intinya menduduki atau yang memiliki kewenangan dalam sebuah perkara.
Dominus Litis di Indonesia disebut-sebut berada di bawah kaki kejaksaan dengan kewenangan berlebihan. Menurut Fina, sistem seperti itu diberlakukan di setiap negara namun, pemberlakuannya itu lebih kepada menyesuaikan dengan karakteristik negara tersebut.
"Contohnya di USA konsepnya kejaksaan memerintahkan kepolisian, tapi di Belanda berbeda dan sama dengan Indonesia dia sifatnya mengawasi, setiap penyidikan harus dilaporkan kejaksaan. Sementara di Thailand, ternyata di konsep ini kejaksaan tidak diberikan kewenangan menyentuh perkara tapi kewenangan ada di kehakiman," ujarnya.
Dominus Litis Jaksa dalam RKUHAP inilah yang menjadi perdebatan pro dan kontra di tengah publik sebab ada kekhawatiran bahwa dengan kewenangan yang begitu besar Jaksa bisa saja bertidak subjektif atau dipengaruhi oleh tekanan eksternal.
Wakapolres Jember Kompol Ferry Dharmawan pun secara tegas mengatakan asas Dominus Litis atau pengendali perkara menurut penafsirannya, akan menjadi dua mata pisau dan membuat satu institusi (APH) lebih besar kewenangannya dari institusi lain.
"Ini akan menjadi dua mata pisau, tidak benar apabila asas ini diterapkan, dan kemudian akan melemahkan aparat penegak hukum lainnya. Yang dimaksud pengendali perkara bukan dimaksud dengan satu lembaga penegak hukum yang akan mampu mengendalikan semua perkara,"
"Kalau diartikan seperti itu maka di mana check and balance-nya? Tidak akan ada namanya diferensiasi fungsional," tegasnya.
Menurut Ferry, KUHAP yang lama (sebelum RKUHAP), diferensiasinya sudah berjalan bahwa kepolisian itu gate keeper dalam melakukan lidik sidik. Itu sudah jelas termaktub dalam UUD RI, dan kemudian kejaksaan ialah step berikutnya penuntutan, kemudian kehakiman step mengadili.
"Kepolisian menerima laporan kemudian sudah jelas terdapat bukti yang cukup maka akan dinaikkan dan diproses diserahkan ke kejaksaan. Jaksa akan menilai apakah ini sudah cukup, ketika ini belum cukup akan dikembalikan ke penyidik. Nah disitulah berjalan check and balance dan fungsi diferensiasi fungsional antar lembaga APH," ujarnya.
"Jadi menurut kami fungsi Dominus Litis ini ialah menguatkan diferensiasi fungsional yang sudah berjalan antar lembaga penegak hukum. Bukan lantas memberi porsi lebih pada satu aparat yang akan melemahkan aparat lainnya sehingga akan rentan untuk munculnya abuse of power," kata Kompol Ferry.
Sementara, Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis menyebut substansi dari RKUHAP seharusnya mencegah kesewenang-wenangan. Lebih tepatnya, tentukan prosedur untuk melindungi harkat martabat.
"Yang perlu kita pikirkan dalam KUHAP baru ini adalah, bagaimana caranya menghentikan atau kita menemukan cara detail mencegah kesewenang-wenangan pada seluruh level penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan," urainya.
Sumber: