TAPALKUDA.DISWAY.ID - Pengusaha sound horeg yang tergabung di Jember Sound System Community (JSSC) melakukan Rapat Dengar Oendapat (RDP) dengan Komisi A DPRD Jember.
Hasil RDP tersebut, Ketua JSSC Arief Sugiartani mengatakan, jika rekomendasi RDP dengan wakil rakyat, kepolisian, Bakesbangpol, Satpol PP terkait penyebutan sound horeg haram di Jember ditiadakan.
"Bukan soundnya yang haram, tapi pengisi acaranya. Contoh terlalu seronoh, mabuk-mabukan dan lain sebagainya. Juga disampaikan dari Polres, sound horeg tidak masalah dan jalan seperti biasanya," katanya, Senin (28/7/2025).
Bahkan juga, terkait desibel juga tidak bisa dimasukkan dalam rekomendasi ketika perizinan belum ada. Karena memang tidak ada aturan yang baku disitu.
"Intinya, di Jember tidak ada masalah, tetap jalan seperti biasanya. Terpenting, bisa menjaga ketertiban dan keamanan," ungkapnya.
Jadi, imbauan atau sarannya tadi, tetap melaksanakan rapat koordinasi dengan Muspika setempat serta para ulama, seperti yang telah dilakukan pengusaha sound horeg sebelum-sebelumnya.
Bahkan Arief menegaskan, jika setiap acara atau kegiatan sudah sering menyampaikan kepada penyewa atau oanitia, agar para dancer berlaku sopan pakaian maupun menarinya, serta lain-lainnya.
"Kalau itu dilakukan, diluar kendali kami. Karena kami hanya sebagai pengusaha sound system yang disewakan soundnya, bukan satu paket dengan dancer atau DJ," ungkapnya.
Namun para pengusaha sound horeg tetap menunggu aturan dari Pemprov Jawa Timur terkait aturannya.
"Saya pikir, peraturan yang akan dibuat pemerintah tidak akan merugikan salah satu pihak. Saya pikir pemerintah akan bijak, seperti yang disampaikan bupati jember, bahwa Pemkab sampai hari ini tidak mengeluarkan larangan apapun," jelasnya.
"Kepolisian juga sama, Komisi A DPRD serta lainnya juga sama, urusan perut juga didalamnya," sambungnya.
Termasuk bila nanti ada Peraturan Daerah yang dikeluarkan. Dipastikan pemerintah tidak akan melihat hanya satu sisi saja. "Saya yakin akan berpihak dengan semuanya, pengusaha sound, masyarakat, dan sebagainya," bebernya.
Berbicara 85 desibel, menurut Arief, banyak sound-sound atau suara lain yang ukurannya 85 desibel. Kalau memang itu sebagai ukuran atau aturan, tentu akan banyak yang dilarang kedepannya.
"Tapi untuk salawatan, pengajian, keagaamaan lain. Kalau ngomong 85 desibel apa siap seluruh masyarakat, yang menggunakan sound system 85 desibel," terangnya.
"Saya ngomong saja sudah 85 desibel, termauk banyi nabgis 85 desibel. Jadi harus ada kajian. Tapi itu tidak ada pesoalan desibel. Jadi di Jember tetap jalan, tidak ada masalah terkait desibel," tegasnya.