RABU, 16 Juli 2025 merupakan hari istimewa bagi Surya Paloh. Dia memasuki usia ke-74 tahun. Dia senior citizen yang produktif memandu perjalanan politik Indonesia. Seorang tokoh kelahiran Banda Aceh, 16 Juli 1951 selalu berada pada circle kekuasaan negara semenjak era Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, Jokowi sampai era Prabowo Subianto.
Surya Paloh adalah politisi senior walau dalam berada dalam pusaran kekuasaan, selalu independen. Dia tak mau terjebak pada rezim penguasa, Sehingga kehilangan akal sehat untuk menampilkan wacana banding negara. Dia selalu bisa menjaga kewarasan di tengah cengkraman hegemoni kekuasaan rezim yang kuat sekalipun.
Sikap Surya Paloh seperti itu tak lepas dari jiwa merdeka yang mendorong pemikiran, sikap dan tindakannya selalu berada di jalan kritisisme dalam membela kepentingan publik. Kendati berisiko harus berhadapan dengan kepentingan penguasa. Perjalanan hidupnya telah membuktikan bahwa idealismenya tak pernah digadaikan agar selalu terlihat baik di hadapan kekuasaan.
KILAS BALIK
Surya Paloh menyebut dirinya sebagai Soekarnois namun dia juga tercatat sebagai motor gerakan 1966 dalam menggulingkan rezim Soekarno di Medan. Usia yang masih sangat belia tak menjadi penghalang untuk ikut aktif turun ke jalan menyuarakan Tritura terhadap pemerintah yang berkuasa.
Surya Paloh muda cukup populer di kalangan aktivis pelajar dan mahasiswa serta massa kesatuan aksi lain sebagai anak muda berbakat yang dipercaya mewakili rakyat. Pada Pemilu 1971, dia masuk dalam Daftar Calon Anggota DPRD Kota Medan dari Partai Golkar, dan terpilih sebagai anggota parlemen di usia 20 tahun lebih.
Tak puas sampai disitu, Surya Paloh pada Pemilu 1977, mencalonkan diri kembali sebagai anggota DPR RI dan terpilih dengan usia yang relatif sangat muda. Tak kurang dari 26 tahun. Otomatis, putra perwira polisi ini duduk sejajar dengan anggota DPR RI lainnya. Dia tercatat sebagai penghuni gedung DPR/MPR selama dua periode berturut-turut.
Sampai pada suatu masa Surya Paloh terhempas bukan karena kalah pemilu 1987, tetapi ongkos yang harus dibayar atas sikap kritis terhadap rezim Orde Baru. Padahal, dia terpilih pada periode ketiga, namun tak dilantik lantaran Harian Prioritas miliknya mengkritik pemerintah.
Jadi, Surya Paloh adalah pribadi yang tak bisa diam melihat praktek kekuasaan yang lalim dan menyimpang. Dia selalu memilih jalan mengingatkan daripada menjilat kekuasaan. Sebab, dia menyakini kritik itu sangat diperlukan untuk mengawal dan menjaga kekuasaan agar tak melenceng dari cita-cita pendiri bangsa dan aspirasi rakyat. Akibatnya kontan, medianya dibredel oleh pemerintah, dan dia sendiri gagal dilantik sebagai anggota DPR periode ketiga.
Pasca gagal dilantik di atas, Surya Paloh lebih memilih di luar struktur kekuasaan sembari melakukan perlawanan hukum atas pembridelan koran hariannya serta fokus membangun kerajaan bisnis di bawah bendera Media Group. Akhirnya dia lebih dikenal sebagai tokoh pers dan pengusaha yang dinilai punya kedekatan dengan Keluarga Besar Cendana.
KEMBALI KE PANGGUNG
Surya Paloh sejak 1987 sampai dengan 2004, tak masuk dalam struktur Partai Golkar. Dia lebih disibukkan oleh urusan media dan bisnis yang mengantarkan pada jajaran konglomerasi media di Tanah Air usai Soeharto lengser keprabon. Baru setelah bersama Jusuf Kalla mengalahkan Akbar Tandjung pada Munas Golkar Bali 2004, dia dinobatkan sebagai Ketua Dewan Penasehat DPP Partai Golkar Periode 2004-2009.
Kebersamaan Surya Paloh dengan Jusuf Kalla tak lepas dari keberhasilannya mengantar SBY-JK pada Pilpres 2004. Termasuk menyisihkan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusung oleh Partai Golkar pada Pilpres Putaran Pertama.
Kegagalan Surya Paloh merebut tiket capres Partai Golkar dari Jenderal Wiranto, terbayar oleh kemenangan SBY-JK. Ini jalan come backnya ke dalam struktur Partai Golkar yang diperlukan rezim untuk menguatkan posisi pemerintah di parlemen yang dikuasi oleh Partai Berlambang Bringin sebagai pemenang pemilu.