JEMBER,NEWSDISWAY.COM - Minuman keras, belakangan sering jadi pembahasan di ruang publik. Mulai dari peredarannya yang semakin masif, juga tentang dampak negatif yang dibawanya.
Ujungnya, terungkap bahwa peredaran miras tidak bisa sepenuhnya dihentikan. Sebab, adanya sebuah permintaan dan penawaran.
Hal itu diungkapkan Wakapolres Jember Kompol Ferry Dharmawan saat menjadi narasumber Dialog Publik "Penyakit Mabuk Miras, Adakah Solusinya?" yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jember dan Universitas Jember, Selasa (25/2/2025).
Kompol Ferry menganalogikan miras seperti sabu-sabu, meski setiap saat diberantas tidak akan ada habisnya.
"Mereka yang modalnya cupet, beli alkohol 70 persen yang harusnya untuk obat dicampur Kuku Bima jadi sudah (miras). Kenapa bisa ada alkohol, karena ada supply and demand, ada permintaan ada penawaran. Sama dengan sabu diberantas setiap hari setiap jam oleh kepolisian kenapa selalu ada? Ya karena ada permintaan. Kalau tidak ada yang mengkonsumsi alkohol atau narkoba, saya jamin tidak akan ada kedua barang tersebut," ujarnya.
Pada dialog tersebut, Ferry menampilkan slide gambar data ungkap miras yang dilakukan jajaran Polres Jember sepanjang tahun 2024.
Diantaranya, oleh Satresnarkoba dengan 6 kasus dan barang bukti 1.848 botol miras. Satreskrim dan Polsek jajaran dengan 49 kasus dan barang bukti 960 botol. Sat Samapta dengan 100 kasus dan barang bukti 112 botol miras.
Dengan capaian tersebut, Ferry menegaskan bahwa kepolisian sudah bekerja dengan maksimal.
"Kami tidak tinggal diam, setiap hari setiap malam anggota kami selalu ada di lapangan. Namun demikian, salah satu kendala kami adalah anggota kami juga terbatas," ucapnya.
"Anggota kami kalau tidak salah 1.077 sementara yang dicover itu 31 kecamatan ada 2,8 juta jiwa. Kalau dibandingkan satu polisi harus menjaga ratusan orang, sangat tidak seimbang rasio jumlah polisi dengan yang harus dijaga," imbuh Ferry.
Ferry juga menunjukkan slide gambar data waktu ungkap kasus miras dari tahun 2024-2025. Kasus miras kebanyakan terjadi pada jam 22.00 sampai 24.00 WIB kemudian antara jam 00.00 sampai 3 dini hari. Sedangkan usia rentang pengguna miras berada di kisaran 18-25 tahun.
"Ini menunjukkan bahwa banyak sekali generasi muda yang sering berkeliaran pada jam-jam itu. Pertanyaannya, orang tuanya ke mana? Apakah narkoba miras ini pengawasannya hanya diserahkan ke kepolisian? Di mana peran serta orang tua, kenapa anaknya jam segitu boleh keluar," tanya Ferry di depan audiens.
Berdasarkan data fakta di atas, Ferry mengatakan dibutuhkan peran semua pihak terutama orang tua, tidak hanya polisi dalam pengendalian miras.
Sementara, Ketua PWI Jember Sugeng Prayitno memahami bahwa hampir mustahil bisa memberantas habis peredaran miras. Namun, setidaknya ada upaya dari semua elemen untuk mengendalikan barang haram tersebut.
"Miras ini menjadi keprihatinan semua pihak, banyak sekali kejahatan dilatarbelakangi oleh miras. Kalau ditiadakan sepertinya hampir mustahil, setidaknya ada upaya agar tidak sebanyak kemarin," tuturnya.