Anggota Komisi X DPR-RI Akui Kekerasan di Perguruan Tinggi Masih Marak

Sosialisasikan Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024, Anggota Komisi X DPR-RI Nyatakan Kekerasan Masih Marak--
TAPALKUDA.DISWAY.ID - Anggota Komisi X DPR-RI Muhammad Nur Purnamasidi menegaskan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi masih marak, dari itu politisi Golkar tersebut memberikan pemahaman tentang Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 55 Tahun 2024.
Pria yang akrab disapa Bang Pur melakukan sosialisasi dengan Kemdiktisaintek, LLDIKTI dan Universitas Jember, di Aula FISIP Unej, Rabu (15/10/2025).
"Ini sesungguhnya kita merespon mulai marak kembali kekerasan di perguruan tinggi, yang seharusnya sudah tidak terjadi lagi. Rata-rata mereka sudah lulus SMP, SMA, sudah mahasiswa dan dosen-dosennya juga rata-rata S2, S3 dan malah ada guru besar, tapi kok kemudian trennya semakin meningkat," katanya.
Untuk memperkuat itu, pihaknya mensosialisasikan Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tersebut untuk mengingatkan kembali, bahwa sesungguhnya tindakan kekerasan itu selalu ada di dunia pendidikan, terutama di perguruan tinggi.
"Walapun isinya orang-orang pintar. Karena sering kali yang memicu terjadinya kekerasan adalah terkait dengan otoritas. Para dosen ini menentukan otoritas, apakah dia lulus atau tidak, dapat nilai baik atau tidak. Disisi lain, teman-teman mahasiswa punya posisi yang agak rapuh secara fikir," bebernya.
Dari itulah, anggota Komisi X DPR-RI berharap adanya Permendikbudristek ini betul-betul bermanfaat dan bisa digunakan mahasiswa serta dianggarkan oleh perguruan tinggi.
"Karena itu mandatnya dianggarkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan," tegasnya.
Bahkan dalam Permendikbudristek itu juga diwajibkan agar setiap perguruan tinggi membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPKPT) untuk membantu penanganan kasus.
"Sehingga, ini wadah bagi mahasiswa ketika berhadapan dengan institusi, atau dengan otoritas yang lebih tinggi, dia punya satgas dan tidak berhadap-hadapan secara langsung dengan institusi atau otoritas seseorang, baik dosen maupun guru besar," urainya.
Bahkan, diakuinya masih banyak korban kekerasan di perguruan tinggi yang tidak berani menyampaikan atau melapor. Hak itu dikarenakan peraturan atau penegakan dianggap belum sempurna 100 persen.
"Disamping juga tidak ada perlindungan yang cukup bagi mereka secara terukur. Kalau saya melapor terlindungi atau tidak. Kira-kira bisa berdampak tidak dengan lamanya saya lulus, dapat nilai yang bagus dan sebagainya," ujanya.
"Itu mereka merasa belum mendapatkan, belum mendapatkan perlindungan lebih. Karena itu semua ini harus melibatkan semua stakeholder, kesadaran ini harus jelas. Menurut saya ini nanti akan kita naikkan, normanya menjadi undang-undang," terangnya.
Karena menurut Bang Pur, adanya Permendikbudristek ini masih bisa terpatahkan dengan norma undang-undang yang lebih tinggi.
Sumber: